Kamu - Taufik Ramadhan

 Kamu

Karya Taufik Ramadhan


Kamu!

Secercah cahaya yang masuk ke dalam hidupku

Menerangi setiap jalan yang kulalui

Saat kelingking kita saling bersilang

Dirimu berkata akan terus bersamaku

Walau bumi ini tidak setuju

Dirimu adalah alasan hidupku

Kata-katamu selalu menggerakkan setiap ayunan langkahku

Dan kau tak pernah lelah membantuku

Aku masih ingat kata-katamu

“Hidup hanya sekali yang kemudian pasti mati”


Kamu!

Masih jelas dalam bayangan

Saat trofi kau pamerkan

Bersama seutas senyum keangkuhan

Terukir nyata, bersama sorak-sorai gembira

Atas setiap hal yang kau lakukan

Kau jadikan dirimu bagai permata yakut atau marjan


Kamu, Ya Kamu!

Setelah jari-jemarimu bercengkerama

Bersua dengan ilusi 

Membuat hidupmu menjadi tidak menentu

Pagi, siang, malam

Kau habiskan bermanja

Bersama benda-benda setan

Hingga akhirnya mulutmu penuh busa 

Berderai menyeringai memberi peringatan

Mengikis jiwamu, sekarat

Telingamu membebal 

Saat setiap untaian nasihatku tak pernah kau gubris

Kau semakin hina bersama begundal-begundal tiada tanggung jawab

Liar berteriak, tertawa tanpa azimat

Setiap insan pun mulai meludahimu

Kau tercekat

Hidup nista tanpa adat

Menelangsa meratap tiada manfaat

Tergolek, terabaikan sarat penat


Kamu!

Apakah perlu serpihan kayu

Kutaburkan di atas kelopak matamu

Apakah perlu cabai-cabai

Kusumpal dalam mulutmu

Apakah perlu semua pengeras suara kubawa

Memecah gendang telingamu

Berharap kau terbangun dari tidurmu

Sadarlah

Lihatlah sekarang!

Urat nadimu mengering

Menjerit meminta asupan

Garis di layar mulai melurus

Hati ini semakin tidak karuan


Kamu!

Kini kulihat matamu tak akan pernah terbuka

Jubah-jubah kebesaranmu telah lepas dari tempatnya

Tahukah kamu

Bengisnya kegelapan

Membuatmu lunglai tak berdaya

Terebah di atas tilam putih

ruang serba putih


Monitor menyala di sampingmu

Menampilkan garis naik turun pada layarnya

Tanda kau berjuang dalam nafas satu-satu


Saat ini ku sedang menatapmu dibalik kaca 

Menyaksikan Dokter dan perawat dalam kepanikan

Mengingar-bingarkan ruangan putihmu

Aku di sini hanya mampu menatap dalam hati yang terus mengutuki waktu

Benda ilusi kefanaan menjadi awal dari segala bencana

Aku mengutuknya dalam setiap helaan nafasku


1 Komentar

  1. Aku dan dirimu, kini hanyalah serpihan hati. Meski akhir-akhir ini aku selalu bersua dengan ilusi.

    Ditulis oleh: *Siswa MAN Kota Palangka Raya, yang tidak mau disebutkan namanya, dan tentu itu adalah Saya.*

    #AyoBerprestasi

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama